Kamis, 20 April 2017

Trip to Sidempuan (Day 1)


Seandainya aku bisa memilih kuat untuk terus bertahan, mungkin takkan pernah ada airmata dari setiap kisahku ini. Kisah antara aku dan dia yang telah menemaniku menikmati indahnya cinta dan kasih sayang. Malam itu, aku memutuskan untuk pergi, ada banyak hal yang ingin aku luapkan dan lupakan tentunya di sebuah tempat yang tak ada seorang pun kukenal disana kecuali hanya melalui komunikasi tanpa pernah bertemu sebelumnya. Cerita seru tentang Tempat Wisata Tor Simarsayang Padang Sidempuan silahkan dibaca di blog Melalak Cantik.

Aku mulai melangkahkan kaki menuju kota Padang Sidempuan. Perjalanan malam kulalui agar semua terasa lebih singkat dan aku bisa segera menginjakkan kaki di kota Padang Sidempuan. Sejak dua minggu sebelum keberangkatan, aku sudah menghubungi seseorang disana untuk menemaniku selama perjalanan ini. Aku tidak menunjukkan kegelisahan atas segala keresahan yang sedang kualami atas kisah cintaku. Aku selalu berusaha tenang layaknya samudera yang selalu tampak tenang dari kejauhan namun ketika sudah menyelam barulah disadari bahwa bisa menghanyutkan. Yah, aku sendiri pun bisa hanyut dengan hidupku dan segala permasalahan yang sedang terjadi.

Pagi yang cerah dengan angin segar dan udara yang begitu damai, aku tiba sekitar pukul 10.00 wib di loket Batang Pane Baru kota Padang Sidempuan. Aku pun segera mengambil telepon genggam yang sudah kritis menuju ajalnya karena sudah tidak ada dayanya. Aku segera mengirimkan pesan singkat bahwa aku telah tiba dan berharap segera dijemput disitu. Aku mulai mencari sekeliling keberadaannya karena aku mulai sedikit terganggu dengan orang yang menawarkan jasa transportasi namun terkesan memaksa.

Perjalanan Pia Hotel

Setelah dijemput oleh seorang teman, kami langsung menuju hotel dan aku pun segera menyegarkan diri sambil merebahkan tubuh ini di tempat tidur ukuran seorang diri. Aku masih belum tenang dengan pikiranku sendiri, liburan ini masih saja belum tenang seperti masih ada rasa yang menghantui. Ada rasa rindu namun juga kesal dalam hati. Perjalanan lima tahun lebih ini seperti sudah di puncak kehancuran, tiada lagi kedamaian antara rasa cinta dan entah lah.

Aku mungkin terkesan sedang mencari ketenangan dan hiburan di kota ini namun aku harapkan sih temanku tadi tidak pernah tau mengenai itu. Aku berusaha tampak biasa saja seperti awal kami memulai pembicaraan. Aku akan menghabiskan waktu tiga hari di kota ini dan itu artinya aku harus berdamai dengan suasana hati sehingga harus tetap terjalin baik komunikasiku dengan teman-teman yang ada disini. 

Malam ini kami berencana untuk pergi menuju bukit kasih sayang yang disebut Tor Simarsayang. Aku senang sekali ketika akan mengunjungi tempat ini karena suasana gemerlap lampu akan lebih indah terlihat dari kegelapan yang berada di kejauhan. Setelah selesai membersihkan diri, aku dan temanku pergi mencari warung untuk mengisi lambungku yang sudah mulai digelitikin para cacing-cacing genit yang mulai merasa kelaparan.


Tor Simarsayang


Selesai makan siang, aku dan temanku langsung kembali ke hotel. Manusia di era milenial yah memang seperti kami ini. Meskipun kami sedang berdua namun tidak ada komunikasi karena masing-masing sedang asik bercinta dengan telepon genggam milik pribadi. Kami habiskan waktu hingga menjelang malam dengan kesibukan sendiri dalam dunia maya kami.

Ketika aku selesai melaksanakan shalat maghrib, kami pun mulai merencanakan untuk pergi ke Tor Simarsayang. Aku pun langsung bergembira karena ingin sekali menikmati udara segar sambil meresapi hingga merasuki semua jiwa serta tubuh ini. Kami segera menuju rumah teman dari temanku tersebut. Ternyata kami akan berangkat empat orang, aku, temanku dan dua orang temannya.

Di atas bukit ini, rasanya kedamaian dalam hati mulai bersahabat. Rasa kesal sejenak terlupakan, pusing memikirkan hidup ini mulai berkurang. Aku seperti terhibur dengan tingkah mereka yang lucu-lucu dan memberikan kenyamanan. Mereka bertiga adalah para lelaki namun rasa nyaman tercipta dari mereka. Aku merasa sangat bahagia malam ini bisa menikmati udara segar dari atas bukit sambil tertawa bersama orang-orang baru yang kuharapkan tidak akan membawa kegalauan atas hidupku di masa depan.

Tangisan Malam


Setelah pulang dari Tor Simarsayang, mereka mengantarkanku sampai di hotel dan mereka ikut bercanda tawa di kamar malam itu hingga akhirnya mereka harus pulang ke rumah masing-masing dan kami akan bertemu esok hari.

Malam yang bahagia tadi pun berubah menjadi semakin gelap dan kelam. Aku merasa sendiri membutuhkan sosok-sosok mereka yang sudah menghibur diri ini. Aku mulai mencoba tenangkan diri namun tak juga mampu hingga airmata terus mengalir sambil terus teringat atas segala kejadian dalam kisah cintaku selama ini. Bayangan lima tahun menjalani bersama makin teringat kuat apalagi terlalu banyak larangannya jika aku melakukan perjalanan seperti ini. Aku suka kesal atas segala sikapnya tapi tak bisa kupungkiri aku begitu mencintainya hingga akhirnya kita harus saling diam tanpa komunikasi yang aku harapkan ini bisa menjadi intropeksi diri.